Cara Menangani Tangisan di Tempat Kerja

Sumber foto: Deandrobot/getty images

Tangisan di tempat kerja pastinya adalah salah satu situasi paling canggung yang dapat kita hadapi di tempat kerja. Dulu, tangisan dianggap sebagai tanda kelemahan, ketidakdewasaan, dan kekacauan dari seorang profesional. Pemimpin yang anggota timnya menangis juga mengindikasikan ketidakbecusan dalam memimpin. Ia dianggap gagal memperhitungkan kondisi mental anggota tim, serta memupuk kematangan emosional mereka. Singkatnya, ini situasi yang harus mati-matian dihindari; baik itu menitikkan air mata sendiri atau menyaksikan tangisan anggota tim/rekan kerja.

Namun, tidak selalu harus begitu. Walaupun air mata di tempat kerja memang tidak ideal, ada kalanya hal ini bisa menjadi ajang pembuktian kualitas seseorang sebagai pemimpin dan karyawan profesional; baik saat menangis maupun saat menangani tangisan orang lain. Situasi ini juga bisa berujung terjalinnya ikatan antara sang pimpinan dan timnya, yang memungkinkan mereka saling percaya.

Jadi, mari bahas seperti apa situasi ini dan bagaimana cara terbaik menanganinya.

Saat kita frustrasi, penuh amarah, atau hampir meledak karena konflik yang membuat kita hampir menangis, air mata yang keluar akan jadi distraksi atau penanda kondisi mental yang rapuh. Hal ini tidak menguntungkan bagi kita, jadi carilah tempat untuk istirahat sejenak. Pergilah ke tempat lain, atur pernapasan untuk menenangkan diri, atau bermeditasilah sebentar. Minum sesuatu untuk membantu prosesnya. Benahi pikiran dan katakan pada diri sendiri: pasti ada jalan lain, belum kelihatan saja.

Kalau kita adalah pimpinan yang frustrasi hingga hampir menangis (atau meledak secara emosional), mungkin susah untuk pergi sejenak. Dalam situasi ini, tak hanya harus menenangkan diri, kita juga harus meredakan situasi. Usul saya: ambil jeda 30 detik, tersenyumlah, dan alihkan percakapan ke tema lebih ringan. Lalu, usulkan istirahat sejenak, masuk ke tema percakapan lebih berat, dan sepakati langkah ke depannya supaya situasi kembali sehat dan produktif.

Saat tidak bisa menahan tangis karena perasaan sedih/bangga, tidak apa-apa untuk berbagi luapan perasaan tulus tersebut. Namun, tetap harus dikontrol supaya tidak berlebihan dan membuat diri sendiri maupun orang lain tidak nyaman dengan ekspresi emosional tersebut. Pastikan kita bisa menjelaskan alasan mengapa kita merasakan luapan emosi tersebut, sehingga orang lain bisa memahami prosesnya dan tidak jadi bingung. Sebagai pemimpin, tangisan juga ada manfaatnya dalam menunjukkan sisi rapuh kepada tim, sehingga hubungan lebih erat dan mengurangi batasan.

Saat sebagai pemimpin yang kadang berhadapan dengan tangisan seseorang, rasa canggung akan selalu ada. Namun, ingatlah kalau kita dibayar untuk bisa menangani situasi semacam ini, yang juga mendefinisikan kualitas kita sebagai pemimpin. Pemimpin yang baik menangani situasi dengan elegan, sementara pemimpin yang lebih hebat lagi dapat memanfaatkan situasi tersebut menjadi momen terobosan yang memicu transformasi orang-orang yang terlibat, menguntungkan perusahaan, mengeratkan hubungan, serta menjadikannya sebagai bahan pembelajaran pribadi. Semua itu bergantung pada cara kita menangani anggota tim, yang mana diri dan kesejahteraan mereka harus selalu jadi prioritas. Biarkan air mata mengalir, dengarkan mereka bicara. Di ruangan saya, selalu ada tisu dan kue—senjata untuk mengurangi kecanggungan. Yang paling penting dalam menangani situasi ini: ingat bahwa ini selalu tentang tim dan bukan hal lainnya. Hal itu harus selalu jadi fokus utama kita.

Kapan pun ada yang menangis, pastikan bahwa yang bersangkutan bisa pulih dari luapan emosi, baik itu kita sendiri dan/atau tim/rekan kerja. Penting untuk memberi ruang dalam rangka menenangkan emosi, baik dengan mengatur pernapasan (selain atur pernapasan sebelum dan saat momen emosional), minum atau makan camilan, atau cukup dengan tersenyum dan meringankan suasana lewat candaan (atau pelukan jika kita cukup nyaman melakukannya). Jangan (pernah) menjadikan luapan emosi sebagai bahan candaan atau menceritakannya tanpa izin, apalagi situasi emosional yang hanya melibatkan dua orang. Situasi demikian harus selalu dijaga kerahasiaan dan privasinya.

Kesimpulannya, tangisan tidak melulu menjadi sesuatu yang berdampak buruk bagi kita sebagai profesional maupun pemimpin. Tangisan juga tidak harus selalu disembunyikan/dicegah; tetapi apa pun situasinya, pastikan kondisi terkendali. Segera pegang kendali sedemikian rupa untuk mengubah situasi jadi menguntungkan bagi kita maupun orang-orang yang terlibat (untuk mengurangi ketegangan atau meringankan stress). Saat luapan emosi jadi tak terkendali, bantu semua yang terlibat untuk kembali stabil dan bekerja sama menuju solusi konstruktif (kalau memang ada). Yang paling penting, ingatlah untuk selalu bersikap tulus.

Tinggalkan Balasan